KONSEP DAN TEKNIK BAGI HASIL
NAMA : SAIFUL MUSTOFA
NIM : 931346515
TUGAS : RESUM
MATKUL : KONSEP & TEKNIK BAGI HASIL
Perbedaan yang mendasar antara Bank Konvensional
dengan Bank Syari’ah adalah pembayaran imbalan kepada pemilik dana (investor).
Dalam Bank Konvensional memberikan imbalan dalam bentuk bunga yang besarnya
telah ditetapkan didepan saat akad, Sedangkan dalam Bank Syari’ah imbalan yang
diberikan kepada investor didasarkan hasil usaha yang diterima. Jadi dalam Bank
Syari’ah sebagian pendapatan merupakan hak pemilik dana (investor), atau dalam
Bank Syari’ah dikenal dengan prinsip bagi hasil dalam memberikan imbalannya.
Berkaitan dengan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima, bank
syari’ah dapat berada dalam dua posisi yang berbeda, pertama bagi hasil
pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai mudharib dan nasabah
sebagai sahibul maal, kedua bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah
dimana bank sebagai sahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.
Perbankan syari'ah di Indonesia telah mengalami
perkembangan dengan pesat, masyarakat mulai mengenal dengan apa yang di sebut
Bank Syari'ah. Dengan di awali berdirinya pada tahun 1992 oleh bank yang di
beri nama dengan Bank Mu'amalat Indonesia (BMI), sebagai pelopor berdirinya
perbankan yang berlandaskan sistem syari'ah, kini bank syari'ah yang tadinya
diragukan akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang
sangat mempesonakan.
Bank syaria'h mulai digagas di Indonesia pada awal
periode 1980-an, di awali dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih
kecil, yaitu didirikannya Baitut Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta
didirikan dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.Berangkat dari
sini, Majlis Ulama' Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai
terbentuknya bank syari'ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk
tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel
Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.
Awal berdirinya bank
Islam, banyak pengamat perbankan yang meragukan akan eksistensi bank Islam
nantinya. Di tengah-tengah bank konvensional, yang berbasis dengan sistem
bunga, yang sedang menanjak dan menjadi pilar ekonomi Indonesia, bank Islam
mencoba memberikan jawaban atas keraguan yang banyak timbul. Jawaban itu mulai
menemukan titik jelas pada tahun 1997, di mana Indonesia mengalami krisis
ekonomi yang cukup memprihatinkan, yang dimulai dengan krisis moneter yang
berakibat sangat signifikan atas terpuruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi
yang mencapai rata-rata 7% per tahun itu tiba-tiba anjlok secara spektakuler
menjadi minus 15% di tahun 1998, atau terjun sebesar 22%. Inflasi yang terjadi
sebesar 78%, jumlah PHK meningkat, penurunan daya beli dan kebangkrutan
sebagian besar konglomerat dan dunia usaha telah mewarnai krisis
tersebut.Indonesia telah berada pada ambang kehancuran ekonomi, hampir semua
sektor ekonomi mengalami pertumbuhan negatif. Sektor konstruksi merupakan
sektor yang mengalami pertumbuhan negatif paling besar, yaitu minus 40% karena
di akibatkan tingkat bunga yang sangat tinggi, penurunan daya beli, dan beban
hutang yang sangat besar. Sektor perdagangan dan jasa mengalami kontraksi minus
21%, sektor industri manufaktur menurun sebesar 19%. Semua berakibat dari
implikasi krisis moneter yang mengguncang Indonesia.
Kondisi terparah
ditunjukkan oleh sektor perbankan, yang merupakan penyumbang dari krisis
moneter di Indonesia. Banyak bank-bank konvensional yang tidak mampu membayar
tingkat suku bunga, hal ini berakibat atas terjadinya kredit macet. Dan
non-performing loan perbankan Indonesia telah mencapai 70%. Akibat dari hal
tersebut, dari bulan juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999, pemerintah telah
menutup sebanyak 55 bank, di samping mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank
lainnya di bantu untuk melakukan rekapitalisasi. Sedangkan bank BUMN dan BPD
harus ikut direkapitalisasi.
Dari 240 bank yang ada
sebelum krisis moneter, hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat bertahan tanpa
bantuan pemerintah dan dinyatakan sehat, sisanya pemerintah dengan terpaksa
harus melikuidasinya.
Salah satu dari 73 bank
tersebut, terdapat Bank Mu'amalat Indonesia yang mampu bertahan dari terpaan
krisis ekonomi, yang nyata memiliki sistem tersendiri dari bank-bank lain,
yaitu dengan memberlakukan sistem operasional bank dengan sistem bagi hasil.
Sistem bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syari'ah sangat berbeda
dengan sistem bunga, di mana dengan sistem bunga dapat ditentukan keuntungannya
diawal, yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang di simpan
atau dipinjamkan. Sedang pada sistem bagi hasil ketentuan keuntungan akan
ditentukan berdasarkan besar kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal
yang telah diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank sayari'ah.
Untuk mengetahui lebih
lanjut tentang sistem bagi hasil pada perbankan syari'ah, penulis akan mencoba
menguraikan bagaimana sistem tersebut diberlakukan.
A. Pengertian
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari'ah
merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan
syari'ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih
dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil
antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus
terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa
adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syari'ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
1. Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan
yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih
besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada
perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing,
di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari
pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari
perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal
(enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara
keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat
keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal
perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung
bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara
utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil
dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian
setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah
dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa
negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari
pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya
menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net
profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost
terhadap total revenue.
2. Pengertian Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata
yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah
bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing
berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima
oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa
(services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian
antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan
harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total
cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross
profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue
pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha
dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas
barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat
di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih
dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal
(capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan
revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari
penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh
bank.
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari
penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan
dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari
aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah
Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan
pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi
hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum
dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan
dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan
dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.
B. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara
umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara'ah
dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi
hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad
Musyarakah dan Mudharabah.
1. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan
harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam
pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah
adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai
usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek
dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya
proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha
atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan
terlebih dahulu.
Adapun
contoh kasus untuk prinsip al-musyarakah adalah sebagai berikut. Tn. Ray
Ibrahim hendak melakukan suatu usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang
dibutuhkan sebesar Rp 40.000.000,- sedangkan modal yang dimiliknya hanya
tersedia Rp 20.000.000,-. Ini berarti Tn. Ray Ibrahim kekurangan dana sebesar
Rp 20.000.000. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut Tn. Ray Ibrahim meminta
bantuan Bank Syari’ah Baturusa dan disetujui. Dengan demikian, modal untuk
usaha atau proyek sebesar Rp 40.000.000,- dipenuhi oleh Tn. Ray Ibrahim 50% dan
Bank Syari’ah Baturusa 50%. Jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan
keuntungan sebesar Rp 15.000.000,- maka pembagian hasil keuntungan adalah
sebagai berikut : - Modal usaha Rp 40.000.000,- yang terdiri dari Rp 20.000.000
dari Tn. Ray Ibrahim dan Rp 20.000.000,- dari Bank Syari’ah Baturusa. - Maka
bagi hasilnya 50 : 50, artinya Bank Syari’ah Baturusa mendapat 50% dan Tn. Ray
Ibrahim mendapat 50% juga. - Bank Syari’ah Baturusa : 50% x Rp 15.000.000,- =
Rp 7.500.000,- - Tn. Ray Ibrahim : 50% x Rp 15.000.000,- = Rp 7.500.000,- o
Jadi, dari keuntungan atas usaha keduanya sama-sama mendapat bagi hasil Rp
7.500.000. dengan catatan pada akhir suatu usaha Tn. Ray Ibrahim tetap akan
mengembalikan uang sebesar Rp 20.000.000,- ditambah Rp 7.500.000,- untuk
keuntungan Bank Syari’ah Baturusa dari bagi hasil.
2. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian
bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan
dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai
perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak
sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah.
Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib
dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan
untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
Adapun bentuk-bentuk
mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan
penyaluran dana adalah:
Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak
ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai
perjanjian.
a.
Deposito Mudharabah.
Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau
badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu
tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.
b. Investai Mudharabah Antar Bank (IMA).
Yaitu, sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta
pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan
akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA)
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Adapun
contoh perhitungan akad mudharabah yaitu sebagai berikut: misalnya Ny. Solawati
hendak melakukan usaha dengan modal Rp 50.000.000,-. Diperkirakan dari usaha
tersebut akan memperoleh pendapatan Rp 10.000.000,- per bulan dan modal
disediakan seluruhnuya oleh Bank Syari’ah Jebus. Dari keuntungan ini disisikan
dulu untuk mengembalikan modal, misalnya Rp 4.000.000,-. Selebihnya dibagikan
antara Bank Syari’ah Jebus dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan sebelumnya,
yaitu 60% : 40% sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: - Modal seluruhnya
dari Bank Syari’ah Asri sebesar Rp. 50.000.000,- - Perkiraan hasil perbulan
misal Rp. 10.000.000,- – Rp. 4.000.000,- = Rp. 6.000.000,- - Bagi hasilnya 60 %
untuk Bank Syari’ah Asri dan 40 % untuk Ny. Susilowati. - Jadi, 60% x Rp.
6.000.000,- = Rp. 3.600.000,- untuk Bank Syari’ah Asri dan 40% x Rp.
6.000.000,- = Rp. 2.400.000,- untuk Ny. Susilowati.
3. Akad Al Muzara’ah
Al Muzara’ah merupakan akad kerja sama
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan
menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan
imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini
diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
Dapat disimpulkan bahwa pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih,
dan pupuk. Sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu.
Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.
4. Akad Al Musaqah
Al Musaqah merupakan bagian dari Al
Muzara’ah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan
tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks
adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
C. Prosedur Bagi Hasil
Prosedur Bagi Hasil Nisbah bagi hasil
merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syari’ah. Sebab
aspek nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak
yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu
diperhatikan aspek-aspek berikut seperti : data usaha, kemampuan angsuran,
hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil.
Adapun untuk menghitung pendapatan bagi hasil yang diterima oleh bank maupun
nasabah dimana bank sebagai mudharib sedangkan nasabah sebagai sahibul maal,
dilakukan beberapa tahapan yang dilakukan sebagai berikut :
1) Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil.
2) Menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan
untuk bagi hasil.
3) Menentukan sumber pendanaan yang digunakan
sebagai dasar perhitungan bagi hasil.
D. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Belum adanya standar pola operasi yang dikeluarkan oleh otoritas moneter
menjadikan bank-bank syariah yang pada saat ini sudah beroperasi melakukan
adopsi atau menyusun pola operasi secara sendiri-sendiri. Ketidakseragaman pola
operasi yang diterapkan yang pada akhirnya akan mempersulit otoritas moneter,
pemilik dana serta bank yang bersangkutan melakukan kontrol serta mengukur
tingkat kepatuhan dan keberhasilan dari usaha bank-bank tersebut. Berikut
contoh cara menghitung bagi hasil pada bank syari'ah :
Menghitung saldo rata-rata dari sumber dana bank yang berdasar data dari
hasil perhitungan di atas.
Giro Wadiah : Rp. 60.000
Tabungan Mudharabah : Rp. 150.000
Deposito Mudharabah 1 bulan : Rp. 50.000
Deposito Mudharabah 3 bulan : Rp. 40.000
Deposito Mudharabah 6 bulan : Rp. 175.000
Deposito Mudharabah 12 bulan : Rp. 75.000
Total Sumber Dana : Rp. 550.000
Menghitung rata-rata pelemparan dana yang dilakukan oleh bank dalam
sebulan, kemudian menghitung jumlah total pelemparan dana baik dalam bentuk
pembiayaan bagi hasil, jual beli maupun SBPU.
Jumlah posisi rata-rata pelemparan dana dari hasil perhitungan diatas
adalah :
Pembiayaan : Rp. 480.000
SBPU : Rp. 100.000
Menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah, dengan
menghitung jumlah dari :
Pendapatan Pembiayaan : Rp. 8.000
Pendapatan SBPU : Rp. 2.000
Dalam menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Membandingkan antara Total Aktiva Produktif dengan Total Dana Pihak III,
dalam hal ini Total Aktiva Produktif > Total Dana Pihak III. Total dana
Pihak III Rp. 550.000 semua digunakan sebagai sumber dana aktiva produktif.
Dengan rincian Rp. 480.000 dialokasikan kedalam pembiayaan dan Rp. 70.000
kedalam SBPU
Menghitung porsi pendapatan yang dibagikan dari masing-masing jenis aktiva
produktif berdasarkan alokasi sumber dana diatas.
Pembiayaan : (480.000/480.000) x 8.000 = 8.000
SBPU : (70.000/100.000) x 2.000 = 1.400 +
Jumlah total pendapatan di bagikan 9.400
Perhitungan bagi hasil nasabah
Menghitung jumlah pendapatan dibagikan untuk masing-masing dana
Tabungan : (150.000/550.000) x 9.400 = 2.564
Deposito 1 bulan : (50.000/550.000) x 9.400 = 855
Deposito 3 bulan : (40.000/550.000) x 9.400 = 684
Deposito 6 bulan : (175.000/550.000) x 9.400 = 2.991
Deposito 12 bulan : (75.000/550.000) x 9.400 = 1.282
Menghitung pendapatan bagi hasil yang akan dibayarkan kepada masing-masing
jenis dana sesuai dengan kesepakatan nisbah
Tabungan : 45/100 x 2.564 = 1.154
Deposito 1 bulan : 65/100 x 855 = 556
Deposito 3 bulan : 66/100 x 684 = 451
Deposito 6 bulan : 66/100 x 2.991 = 1.974
Deposito 12 bulan : 67/100 x 1.282 = 859
Menghitung ekuivalen rate untuk masing-masing jenis sumber dana untuk
jangka waktu 31 hari
Tabungan : (1.154/150.000) x 365/31 x 100% = 9.06%
Deposito 1 bulan : (556/50.000) x 365/31 x 100% = 13.09%
Deposito 3 bulan : (451/40.000) x 365/31 x 100% = 13.28%
Deposito 6 bulan : (1.974/175.000) x 365/31 x 100% = 13.28%
Deposito 12 bulan : (859/75.000) x 36/31 x 100% = 13.49%
Pada umumnya bank-bank syariah di Indonesia dalam perhitungan bagi hasilnya
menggunakan sistem bobot pada setiap dana investasi, dengan mengalikan
prosentase bobot tersebut dengan saldo rata-rata. Semakin labil investasi
tersebut semakin kecil bobot yang dikenakan, dan semakin stabil investasi maka
semakin besar bobot yang dikenakan pada investasi tersebut, hal ini diterapkan
sebagai bentuk dari pengamanan risiko pada setiap dana invesatasi. Bobot akan
mempengaruhi besarnya bagi hasil yang akan didistribusikan sehingga akan
berdampak pada bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana.Hal ini dapat
dilihat dari contoh perhitungan sistem revenue sharing yang menggunakan bobot pada
tabel diatas.
E.
Sistem Bagi Hasil Dan Pendapat Ulama Mengenai Bagi Hasil Bank Syari’ah
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan
dua macam pendekatan, yaitu :
1)
Pendekatan profit sharing (bagi laba)
Profit sharing menurut etimologi
Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.
Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan
(total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit
sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total
pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering
dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai
pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha
yang telah dilakukan.
2)
Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
Revenue (pendapatan) dalam kamus
ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan
barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari
pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan
besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari
kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi
tersebut.
Penghitungan menurut pendekatan
ini adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari
pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha
untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Prinsip revenue sharing
diterapkan berdasarkan pendapat dari Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib
tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan
menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah mendapatkan
bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta
itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul
maal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Abu
hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan
harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu
berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Hambali mengatakan bahwa
mudharib boleh menafkahkan sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan
menetap atau bepergian dengan ijin shahibul maal, tetapi besarnya nafkah yang
boleh digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para
pedagang dan tidak boros.
F.
Analisis Bagi Hasil Bank Syari’ah
Pengumpulan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah yang berasal dari para
Nasabah, para pemilik modal atau dana titipan dari pihak ketiga perlu dikelola
dengan penuh amanah dan istiqomah, dengan harapan dana tersebut mendatangkan
keuntungan yang besar, baik untuk nasabah maupun syariah.
Prinsip utama yang harus dikembangkan bank syariah dalam kaitan dengan
manajemen dana adalah bahwa Bank Syariah harus mampu memberikan bagi hasil
kepada penyimpan dana, minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga
yang berlaku di bank-bank konvensional dan mampu menarik bagi hasil dari
debitur lebih rendah daripada bunga yang berlaku di bank konvensional. Oleh
karena itu upaya manajemen dana bank syariah perlu dilakukan secara baik. Hal tersebut harus
dilakukan guna untuk mencapai hasil keuntugan yang besar, agar bagi hasil yang
dilakukan dapat peningkatan tabungan nasabah.
Selain mengenai pengumpulan dana, yang perlu di analisis lagi adalah
mengenai perbedaan anatara bagi hasil dengan bunga bank pada perbankan
konvensional. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini:
BUNGA
|
BAGI HASIL
|
Penentuan bunga
dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
|
Pcnentuan besarnya
rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
|
Besarnya prosentase
berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
|
Besarnya rasio bagi
hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
Pembayaran bunga
tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
|
Bagi hasil bergantung
pada keuntungan proyek yang dijalankan Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
|
Jumlah pembayaran
bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “booming”.
|
Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai
dengan peningkatan
jumlah pendapatan
|
Eksistensi bunga
diragukan ( kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam.
|
Tidak ada yang
meragukan keabsahan
bagi hasil
|
Dari tabel diatas
dapat dilihat beberapa perbedaan mendasar tentang bank syariah dan bank
konvensional, sehingga dalam waktu yang relative muda bank syariah mampu
dijadikan rekonstruksiasi perbankan nasional.
REFERENSI
M. Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta:
Tazkia Institute dan BI, 1999) Cet. ke-I
Muhammad,
Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002)
Nurul Hak, Ekonomi Islam Hukum Bisnis Syariah,(Yogyakarta:Sukses
Offset,2011)
Rachmat Syafei,
MA. Fiqh Muamalah, (Bandung:Pustaka Setia,2001)
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional
Bank Syari’ah, (Jakarta
r581f8bntvh003 sex toys,horse dildo,dildo,women sex toys,sex dolls,sex chair,horse dildo,horse dildo,horse dildo o552d6euulf111
BalasHapus